Anak santri yg sukses bermain musik.
"Orang tua tau dr TV"
Jangan pernah menganggap remeh orang, karena bisa jadi dia akan lebih
hebat dari anda. Kata itu tepat untuk menggambarkan keberhasilan Wali
Band di belantikan musik Indonesia. Sebelum sukses, mereka adalah ank
kos yang hidup apa adanya di kawasan Ciputat, dekat Kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dulu mereka dihina, tapi sekarang dipuja oleh
jutaan orang.
Personil Wali Band pun tak bisa melupakan masa lalunya itu. Karena itu,
di sela kesibukannya show di berbagai daerah, kesempatan kumpul dengan
teman-temannya juga tetap ada. Mungkin hanya sekedar ngopi atau makan
bersama, tapi hal itu sangat penting untuk menjaga komunikasi sesame
teman dekat. Jangan sampai muncul kesan, personil Wali Band sombong
setelah sukses.
Muhammad Nu’man (Nunu), mengatakan, kesempatan untuk kumpul dengan
teman-teman dekatnya, terutama sesama mahasiswa UIN memang jadi
berkurang banyak, setelah jadwal show Wali Band mulai padat. Namun,
sekecil apapun waktu itu, katanya, tetap diupayakan.”Kalau ada waktu
senggang, ya kumpul sama-sama teman-teman sambil ngopi. Memang tak bisa
seperti dulu,” kata Nunu dalam obrolannya dengan duta.
Namun, Nunu merasa bersyukur, kesuksesannya bersama Wali Band membuatnya
punya cukup uang saat kumpul dengan teman-temannya. Paling tidak, kata
Nunu, ia sekarang bisa menanggung semua biaya, jika ingin sekedar makan
atau minum kopi bareng.”Ya lumayan lah, sekarang ini ada uang untuk
ngopi sama teman-temannya,” tutur pemuda yang pernah menjadi santri di
pondok Tebuireng selama 6 tahun ini.
Suatu yang lebih disyukuri olehnya, yaitu bisa membantu kedua orang tua
dan keluarganya di Sidoarjo. Saat kuliah, dulunya ia sering merepotkan
orang tua karena selalu minta kiriman uang.”Patut saya syukuri, saya
sekarang bisa membantu orang tua di rumah,” kata anak kedua dari dua
bersaudara ini.
Nunu lahir dari keluarga yang memang teguh ajaran Islam ala Nahdlatul
Ulama (NU). Karena itu, kedua orang tuanya mengarahkannya untuk nyantri
di Tebuireng Jombang, pesantren tua hingga kini selalu lekat dengan NU.
Maklum, pendiri pondok pesantren tersebut, KH Hasyim As’ari adalah
pendiri NU.”Orang tua saya NU nyel (tulen). Ya seperti orang Lamongan
lah,” cerita Nunu soal kondisi keluarganya.
Keluarga Nunu bukan dari keluarga orang top. Ayahnya setiap harinya
berangkat ke tambak, sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa yang
kebetulan punya took sebagai sumber ekonomi.”Orang tuaku orang biasa
Cak. Ayah petani tambak. Ibu pedagang, ada toko di rumah,” katanya.
Karena keluarganya yang NU dan orang biasa itu pula, Nunu sama sekali
tak pernah bercerita soal hobinya bermain musik kepada kedua orang.
Sesekali dia hanya bercerita ke kakak perempuanya.”Orang tua sama sekali
gak ngerti kalau saya main musik. Yang tahu paling Mbak Yu (kakak),
karena saya kadang curhat,” jelasnya.
Apa ada rasa takut? Menurut Nunu, jika bercerita banyak sebelum sejak
awal, kemungkinannya bisa didukung atau dilarang bermusik.”Jadi kalau
saya dapat kiriman uang, kalau ada sisa ya kadang saya belikan sound
system atau alat musik. Itu tanpa sepengetahuan orang tua,” katanya.
Orang tua Nunu baru tahu anaknya bermain musik setelah Wali mulai
terkenal dengan album Orang Bilang dengan album andalan Dik. Saat itu,
Wali sudah mulai tampil pada acara musik di stasiun televisi
nasional.”Orang tua tahunya saya main musik setelah Wali mengeluarkan
album dan nongol di TV. Jadi, tahunya justru dari TV,” tutur Nunu.
Pada saat itu, kata Nunu, kedua orang tua dan semua keluarganya yang
tinggal di Jl Mujaer, Desa Banjar Kemuning, Sedati, Sidoarjo terkejut
ketika melihatnya tampil di TV. Antara percaya dan tidak, Nunu yang
santri bisa nongol di TV bersama kawan-kawanya di Wali Band.”Kata orang
tua saya, iku anakku bener opo ora (itubenar anakku atau tidak). Anakku
kok bisa masuk TV,” kisahnya.
Nunu merasa bersyukur, kini orang tua dan semua keluarganya mendukung
karirnya di musik. Bahkan, Nunu kini menjadi kebanggaan keluarga. Cermin
orang ndeso yang mampu bersaing dalam kerasnya persaingan dunia musik
Indonesia.”Alhamdulillah, kini semua mendukung, dan bangga,” katanya.
Kini dukungan juga dating dari teman-teman Nunu di Sidoarjo dan di
Tebuirang Jombang. Bahkan, kata Nunu, saat Wali Band sudah mulai
manggung di berbagai daerah dan disiarkan langsung oleh televisi,
teman-temannya saat nyantri di Tebuirang sempat menelponnya.
Dukungan itu tak hanya dari kalangan santri, ada pula keluarga pondok
yang menelponnya.”Ya banyak yang kaget. Konco-konco Tebuireng juga
nelpon, kasih ucapan selamat dan mendukung. Cak Dhowi (Ahmad Baidhowi)
dari keluarga pondok juga nelpon. Ngono iku Cak ceritane (begitu itu
ceritanya),” kenang Nunu yang kadang menyempatan diri pulang kampung
halaman jika show di Jatim.
Kini, bersama Farhan alias Faank (vokalis) dan Aan Kurnia alias Apoy
(gitaris), jebolan ponpes La Tansa, Pandegelang Banten, Ihsan Bustomi
alias Tomi (dram), lulusan ponpes Al Fatah Lampung, Muhammad Nuam alias
Nunu (Bass) alumni ponpes Tebuireng Jombang, dan Hamzah Shopi alias Ovie
(keybord), lulusan ponpes Al Hikmah Annajiyah Bogor, Nunu ingin terus
berkarya melalui musik.
Album kedua pun kini sudah disiapkan. Akhir Maret ini, penggarapan album
itu dijadwalkan selesai. Dan kalau tidak ada aral melintang, April
mendatang album kedua itu akan diluncurkan. Ia pun berharap album kedua
Wali Band kembali sukses. Jika diberi kemudahan, Nunu bercita-cita ingin
memberangkatkan kedua orang tuanya umroh atau haji ke tanah suci
Mekkah.”Kami berharap dukungan dan doa restu semuanya,” pungkasnya.(***)
sumber: http://situswap.com/g/index.php?u=sulton
sejarah band wali
00.07 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar